BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam khazanah pembelajaran terdapat bermacam-macam model disain
pembelajaran. Dari model-model disain tersebut komponen dan polanya antara yang
satu dengan lainnya terdapat perbedaan. Meskipun demikian dari berbagai disain
pembelajaran tersebut terdapat komponen-komponen yang termasuk komponen pokok
yaitu: tujuan , materi, strategi, media dan evaluasi.
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai, materi adalah bahan yang
dipelajari siswa atau diajarkan guru kepada siswa. Strategi adalah langkah-langkah
yang ditempuh siswa dan atau guru dalam mempelajari (mengajarkan) materi pelajaran
untuk mencapai tujuan. Media adalah sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan.
Evaluasi adalah proses untuk mengetahui pencapaian hasil dan efektivitas
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MODEL
PENGUKURAN (MEASUREMENT MODEL)
Pengukuran
(measurement) dapat didefinisikan sebagai proses penetapan angka
terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu[1].
Allen dan Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara
yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu[2].
Tokoh
dari model pengukuran (measurement model) adalah Edward L. Tohrndike dan
Robert L. Ebel[3].
R. Thorndike berkeyakinan “ if anything exists, it exists in
quantity, and if it exists in quantity it can be measured ”. Menurut model
ini penilaian pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah “pengukuran” terhadap
berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan
individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi,
bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah[4].
Sesuai
dengan namanya, model ini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran.
Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat tertentu yang
dimiliki oleh suatu objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit ukuran
tertentu. Dalam bidang pendidikan, model ini telah diterapkan untuk mengungkap
perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan
sikap.
Objek dari
model pengukuran adalah tingkah laku peserta didik yang mencakup kognitif
(hasil belajar), pembawaan, sikap, minat, bakat, aspek-aspek kepribadian
peserta didik dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang
objektif dan dapat dilakukan.
Jenis data yang
dikumpulkan dalam evaluasi adalah data objektif khususnya skor hasil tes.
Instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis dalam bentuk tes
objektif. Oleh sebab itu, dengan menganalisis soal sangat memperhatikan
Difficulty index dan indeks of discrimination.
Model
ini menggunakan pendekatan penilaian acuan norma (norma refenced assessment).
Pendekatan lainnya dalam model ini adalah membandingkan hasil belajar antara
dua atau lebih kelompok yang menggunakan cara pengajaran yang berbeda sebagai
variabel bebas. Analisis perbedaan skor dilakukan dengan menggunakan cara-cara
statistik tertentu untuk dapat menyimpulkan cara pengajaran mana yang lebih
efektif di antara cara-cara yang dinilai.
Evaluasi pada
dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan
individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan
seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara dua
atau lebih program pendidikan.
Dalam kegiatan
evaluasi cenderung ditempuh metode berikut:
1) Menempatkan
’kedudukan’ setiap siswa dalam evaluasi dalam kelompoknya melalui perkembanagn
norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
2) Membandingkan
hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program metode
pengajaran yang berbeda-beda, melalui analisis secara kuantitatif.
3) Tekhnik
evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk obyektif, yang
terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang raliabel dan valid.
4) menempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut
: penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi.
5) Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian
demi bagian.
6) Tekhnik evaluasi mencakup tes dan
tekhnik-tekhnik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku
yang terkandung dalam tujuan.
Ada beberapa ciri-ciri dari model pengukuran (measurement
model) menurut Edward L. Tohrndike
dan Robert L. Ebel, sebagai berikut :
1) Mengutamakan
pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat
diterapkan dalam berbagai bidang termasuk
dalam bidang pendidikan.
2) Evaluasi
adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku untuk melihat perbedan
tingkah laku individu atau kelompok.
3) Ruang
lingkup adalah hasil belajar aspek belajar kognitif.
4) Alat
evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk objektif.
5) Meniru
evaluasi dalam ilmu alam yang mengutamakan objektivitas. Karena itu, model ini cenderung
mengembangkan alat-alat evaluasi yang baku. Pembakuan yang dilakukan dengan
mencobakan kepada sanpel yang cukup besar untuk melihat validitas dan
reliabilitasnya.[5]
Keunggulan Measurement Model
Keunggulan dari model ini adalah sumbangannya yang
sangat berarti dalam hal penekannya terhadap pentingnya objektivitas dalam
proses penilaian. Aspek objektivitas yang ditekankan oleh model ini perlu
dijadikan landasan yang terus-menerus dalam rangka mengembangkan sistem
penilaian pendidikan. Di samping itu evaluasi dalam model ini memungkinkan
untuk melakukan analisis hasil evaluasi secara statistic.
Keterbatasan
Measurement Model
Keterbatasan dari model ini terletak pada penekanannya
yang berlebihan pada aspek pengukuran dalam kegiatan penilaian pendidikan.
Konsekuensinya, penilaian cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari system
pendidikan yang “dapat diukur” ( adalah hasil belajar yang bersifat kognitif).
Yang menjadi persoalan adalah belajar yang bersifat kognitif tersebut bukan
merupakan satu-satunya indikator bagi keberhasilan suatu kurikulum. Kurikulum
sebagai suatu “alat” untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri siswa, tidak terbatas hanya
pada potensi kognitif saja.
B.
MODEL PENYESUAIN (CONGRUENCE MODEL)
Tokoh yang
mengembangkan model penyesuain (congruence model) adalah Ralph W.
Thyler, John B. Carrol, dan Lee Ji Cronbach.
Menurut model
ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antara tujuan
dengan hasil belajar, yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk
menginformasikan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi
kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Objek evaluasi
model kesesuaian adalah tingkah laku peserta didik yaitu perubahan tingkah laku
yang diinginkan pada akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek
kognitif, efektif maupun psikomotorik.
-
Penilaian aspek kognitif mencakup persoalan
siswa dalam hal penguasaan materi secara teori baik yang mencakup pemahaman
materi ataupun hafalan materi.
-
Aspek efektif merupakan aspek penilaian yang
dapat diamati dari perubahan siswa/i dan tent nya merupakan perubahan kearah
positif. Akan tetapi karena sikap itu
sendiri sulit diukur dengan nilai karena selalu berubah disetiap waktu maka
yang dijadika format penilaian adalah dilihat dari analisis angket.
-
Pengukuran aspek psikomotorik adalah aspek
pendidik yang berkaitan erat dengan masalah keterampilan siswa dalam berbuat.
Untuk itu, teknik evaluasi ini yang digunakan
tidak hanya tes (tulisan, lisan, dan perbuatan) tetapi juga non-tes (observasi,
wawancara, skala sikap dan sebagainya). Model ini memerlukan informasi
perubahan tingkah laku pada dua tahap yaitu sebelum dan sesudah kegiatan
pembelajaran.
Evaluasi juga
merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan
pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan
hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka
penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada
pihak pihak diluar pendidikan. Objek evaluasi dititik beratkan pada hasil
belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data
yang dikumpulkan adalah data objektif
khususnya skor hasil tes.
Dalam kegiatan
evaluasi, cenderung ditempuh cara-cara berikut:
1)
Merumuskan
tujuan tingkah laku (objectives behaviour)
2)
Menentukan
situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan di
evaluasi
3)
Menggunakan
prosedur pre-and post-assesment dengan menempuh langkah-langkah pokok
sebagai berikut :
-
penegasan
tujuan
-
pengembangan
alat evaluasi
-
penggunaan
hasil evaluasi
Ciri-ciri
evaluasi model penyesuaian (congruen model) yang dikembangkan oleh para
tokoh tersebut sebelumnya adalah sebagai berikut :
1)
Pendidikan
adalah proses yang memuat tiga hal yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar,
dan penilaian hasil belajar. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh
mana tujuan pendidikan yang diberikan dalam pengalaman belajar telah dicapai
siswa dalam bentuk hasil belajar atau untuk melihat kesesuaian antara tujuan
pendidikan yang diinginkan dengan hasil belajar yang dicapai.
2)
Objek
evaluasi adalah tingkah laku siswa/i dan penilaian dilakukan atas perubahan dalam
tingkah laku pada akhir pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mencerminkan
perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada anak. Evaluasi dilakukan
untuk menilai sejauh mana perubahan itu telah terjadi dalam hasil belajar. Oleh
karena itu, penilaian dilakukan atas perubahan perilaku sebelum dan sesudah
kegiatan pendidikan. Maka evaluasi menilai perubahan yang dicapai kegiatan
pendidikan.
3)
Perubahan
perilaku hasil belajar terjadi dalam aspek kognitif, efektif dan psikomotorik.
Oleh karena aspek belajar bukan hanya aspek kognitif, maka evaluasi bukan hanya
berupa tes tertulis, tetapi semua kemungkinan alat evaluasi dapat digunakan
sesuai dengan hakikat tujuan yang ingin dicapai.
Kelebihan
Congruence Model
1)
Menghubungkan
hasil belajar dengan tujuan pendidikan sebagai kriteria perbandingan
2)
Memperkenalkan
system pengolahan hasil penilaian secara bagian demi bagian, yang ternyata
lebih relevan dengan kebutuhan pengembangan system.
Keterbatasan
Congruence Model
Tidak
menjadikan input dan proses pelaksanaan sebagai objek penilaian secara
langsung. Dengan model pre dan post test informasi yang dihasilkan hanya
dapat menjawab pertanyaan tentang tujuan-tujuan mana yang telah dan belum
dicapai. Pertanyaan tentang mengapa tujuan-tujuan tertentu belum dapat dicapai
belum dapat dijawab.
Pendekatan ini membantu pengembang kurikulum
dalam menentukan bagian-bagian mana dari sistem yang masih lemah, tetapi kurang
membantu di dalam mencari jawaban tentang segi-segi apa yang masih lemah dan
bagaimana kemungkinan mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut .
BAB III
PENUTUP
Tokoh dari model pengukuran (measurement model) adalah
Edward L. Tohrndike dan Robert L. Ebel. Menurut model ini penilaian pendidikan
pada dasarnya tidak lain adalah “pengukuran” terhadap berbagai aspek tingkah
laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individu atau kelompok,
yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan
pendidikan bagi para siswa di sekolah.
Tokoh yang mengembangkan model penyesuain (congruence model)
adalah Ralph W. Thyler, John B. Carrol, dan Lee Ji Cronbach. Menurut model ini,
evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antara tujuan dengan
hasil belajar, yang telah dicapa
Salah satu ciri-ciri evaluasi model
penyesuaian (congruen model) yang dikembangkan oleh Ralph W. Thyler, John B. Carrol, dan Lee Ji
Cronbach yaitu : “Pendidikan adalah proses yang memuat tiga hal yaitu tujuan
pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Kegiatan evaluasi
dilakukan untuk melihat sejauh mana tujuan pendidikan yang diberikan dalam
pengalaman belajar telah dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar atau untuk melihat
kesesuaian antara tujuan pendidikan yang diinginkan dengan hasil belajar yang
dicapai.”
DAFTAR PUSTAKA
·
Purwanto.
Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.
·
Ebel,
R.L. dan Frisbie, D.A. Esential Of Educational Measurement. New Jerseey
: Prentice-Hall. 1986.
·
Djemari
Mardapi. Pengukuran, penilaian, dan Evaluasi (makalah disampaikan pada
penataran hasil pembelajaran Matematika SLTP untuk guru inti Matematika di MGMP
SLTP tanggal 8-23 November 1999 di PPPG Matematika Yogyakarta). 2000.
[1]
R.L. Ebel dan D.A. Frisbie. Esential Of Educational Measurement. New Jerseey :
Prentice-Hall. 1986.
[2]
Djemari Mardapi. 2000. Pengukuran, penilaian, dan Evaluasi.
[3]
Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.
[4]
file:///C:/Users/user/Downloads/model-model-evaluasi-pendidikan.%201.html
[5]
Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.