Minggu, 27 Juli 2014

Anak Berkebutuhan Khusus

BAB I
PENDAHULUAN

Psikologi pada awalnya ialah ilmu yang berakar dari dunia kedokteran dan kemudian memisahkan diri dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Oleh para ilmuan, psikologi digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal fikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup terutama manusia.
Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami perilaku manusia pada khususnya tidak terkecuali Anak – anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak – anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat merupakan salah satu sumber daya manusia bangsa Indonesia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan, tidak hanya sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek pembangunan.
Anak penyandang cacat perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat. 


 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Adapun yang termasuk kedalam ABK (anak berkebutuhan khusus) antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.[1]
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar, dan anak yang akibat keadaan tertentu mengalami kekerasan, berada di lembaga permasyarakatan atau rumah tahanan, di jalanan, di daerah terpencil, bencana atau konflik yang memerlukan penanganan secara khusus.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK (anak berkebutuhan khusus) memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Contoh pelayanan pendidikan khusus bagi tunanetra adalah mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

B.     Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

1.      Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat takstual dan suara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata, sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas.
Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
Karakteristik anak tunanetra antara lain:
·         mempunyai kemampuan berhitung,
·         Menerima informasi dan kosakata hampir menyamai anak normal tetapi mengalami kesulitan dalam hal pemahaman yang berhubungan dengan penglihatan
·         Kesulitan penguasaan keterampilan sosial yang ditandai dengan sikap tubuh tidak menentu, agak kaku, serta antara ucapan dan tindakan kurang sesuai karena tidak dapat mengetahui situasi yang ada di lingkungan sekitarnya.  
·         Pada umumnya mereka menunjukkan kepekaan indera pendengaran
·         Indera perabaan lebih baik dibandingkan dengan anak normal.
·         Sering melakukan perilaku stereotip seperti menggosok-gosokkan mata dan meraba-raba sekelilingnya.[2]

2.      Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)

Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah sekelompok kelainan mekanisme tertentu pada sistim syaraf pusat yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif, tidak bisa beristirahat, berperilaku tidak sabaran, kesulitan untuk memusatkan perhatian dan impulsif.
Karakteristik untuk kelainan ini diantaranya :
·         Hiperaktif
·         Tidak bisa istirahat
·         Tidak kenal lelah
·         Perilaku tidak sabaran dan impulsif tetapi masih punya kemampuan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab
·         Serta sering menghabiskan waktu untuk mengerjakan sesuatu yang menarik perhatian mereka.

3.      Tunarungu atau Tunawicara

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
  1. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40 dB),
  2. Gangguan pendengaran ringan (41-55 dB),
  3. Gangguan pendengaran sedang (56-70 dB),
  4. Gangguan pendengaran berat (71-90 dB),
  5. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91dB).
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu juga memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat yaitu dengan abjad jari yang telah dipatenkan secara internasional. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak. Umumnya mereka memiliki sifat ego – sentris yang melebihi anak normal, cepat marah dan mudah tersinggung. Kesehatan fisik pada umumnya sama dengan anak normal lainnya.
4.      Autisme
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal, yang mengakibatkan anak terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif.
Karakteritik anak autisme biasanya adalah :
·         Memiliki respon abnormal terhadap stimuli sensori
·         Perkembangan kemampuan kognitif terlambat
·         Tidak mampu mengembangkan sosialisasi yang normal
·         Gangguan dalam berbicara
·         Bahasa dan komunikasi
·         Serta senang meniru atau mengulangi kata-kata orang lain (egolalia).
·         Tidak mampu mengekspresikan perasaan,
·         acuh tak acuh, senang menyendiri, bengong, konsentrasi kosong
·         sangat sensitif terhadap sentuhan halus
·         Sensitif terhadap suara-suara tertentu
·         Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
·         Sering terpaku pada benda-benda tertentu
·         Sering marah tanpa alasan
·         Mengamuk tak terkendali serta menyerang orang tanpa diduga-duga
·         Sebagian kecil memiliki ingatan yang sangat kuat melebihi kemampun anak normal

5.      Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ, sebagai berikut :
  1. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
  2. Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
  3. Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
  4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Ciri – ciri tunarungu diantaranya :
·         Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
·         Memiliki prestasi sekolah kurang secara menyeluruh
·         Tingkat kecerdasan (IQ) di bawah 70
·         Memiliki ketergantungan pada orang lain secara berlebihan
·         Kurang tanggap
·         Penampilan fisiknya kurang proporsional
·         Perkembangan dalam berbicara terlambat dan bahasa terbatas.[3]

6.      Tunaganda
Anak Tunaganda adalah anak yang memiliki dua ketunaan atau lebih yang masing-masing perpaduan ketunaan tersebut memiliki ciri khas dalam belajar sehingga diperlukan pelayanan pendidikan khusus dan alat bantu belajar yang khusus[4].
Adapun ciri dan katakteristik anak tunaganda yaitu :
·         Memiliki ketunaan lebih dari satu
·         Semakin parah apabila tidak segera mendapatkan bantuan
·         Sulit dievaluasi
·         Cenderung menimbulkan ketunaan baru
·         Memiliki wajah yang khas
·         Pertumbuhan dan perkembangannya lebih lambat dari usia kalendernya
·         Kemampuan orientasi dan mobilitasnya terbatas
·         Cenderung menyendiri
·         Memiliki emosi tidak stabil
·         Perkembangan emosi pada umumnya tidak sesuai dengan usia kalendernya
·         Tingkat kecerdasan yang cenderung rendah.[5]

7.      Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetapi masih dapat ditingkatkan melalui terapi. Tingkatan menengah yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik dan tingkatan berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Karakterisitik anak tunadaksa adalah:
·         Anggota gerak tubuh tidak lengkap
·         Bentuk anggota tubuh dan tulang belakang tidak normal
·         Kemampuan gerak sendi terbatas
·         Ada hambatan dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari hari.

8.      Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Karakteristik anak tunalaras biasanya melakukan tindak kekerasan bukan karena mempertahankan diri, misalnya pemukulan, penganiayaan dan pencurian, serta sering melakukan pelanggaran berbagai aturan.

9.      Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar adalah dimana individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu yang mengalami kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi - motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.



BAB III
PENUTUP

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Adapun yang termasuk kedalam ABK (anak berkebutuhan khusus) antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK (anak berkebutuhan khusus) memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Contoh pelayanan pendidikan khusus bagi tunanetra adalah mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.



DAFTAR PUSTAKA

·         Drs. M. Dalyono. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. 2005.
·         Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Manajemen Sekolah Khusus Untuk Autistik (SLB-F). Jakarta. 2008.
·         Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan. Manajemen Sekolah Khusus Tunanetra (SLB-A). Jakarta. 2008.
·         Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Manajemen Sekolah Khusus Tunarungu/Tunawicara (SLB-B), Jakarta, 2008.

·         Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Anak, dan Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehata. 2010.





[2] Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Anak, dan Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehata. 2010.

[3] Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Anak, dan Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehata. 2010.
[4] Widjajantin, 2004.
[5] Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Anak, dan Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan. 2010.