Rabu, 03 September 2014



BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam khazanah pembelajaran terdapat bermacam-macam model disain pembelajaran. Dari model-model disain tersebut komponen dan polanya antara yang satu dengan lainnya terdapat perbedaan. Meskipun demikian dari berbagai disain pembelajaran tersebut terdapat komponen-komponen yang termasuk komponen pokok yaitu: tujuan , materi, strategi, media dan evaluasi.
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai, materi adalah bahan yang dipelajari siswa atau diajarkan guru kepada siswa. Strategi adalah langkah-langkah yang ditempuh siswa dan atau guru dalam mempelajari (mengajarkan) materi pelajaran untuk mencapai tujuan. Media adalah sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan. Evaluasi adalah proses untuk mengetahui pencapaian hasil dan efektivitas pembelajaran.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    MODEL PENGUKURAN (MEASUREMENT MODEL)

Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu[1]. Allen dan Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu[2].
Tokoh dari model pengukuran (measurement model) adalah Edward L. Tohrndike dan Robert L. Ebel[3]. R. Thorndike berkeyakinan “ if anything exists, it exists in quantity, and if it exists in quantity it can be measured ”. Menurut model ini penilaian pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah “pengukuran” terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah[4].
Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat tertentu yang dimiliki oleh suatu objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan, model ini telah diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan sikap.
Objek dari model pengukuran adalah tingkah laku peserta didik yang mencakup kognitif (hasil belajar), pembawaan, sikap, minat, bakat, aspek-aspek kepribadian peserta didik dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang objektif dan dapat dilakukan.
Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah data objektif khususnya skor hasil tes. Instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis dalam bentuk tes objektif. Oleh sebab itu, dengan menganalisis soal sangat memperhatikan Difficulty index dan indeks of discrimination.
 Model ini menggunakan pendekatan penilaian acuan norma (norma refenced assessment). Pendekatan lainnya dalam model ini adalah membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan cara pengajaran yang berbeda sebagai variabel bebas. Analisis perbedaan skor dilakukan dengan menggunakan cara-cara statistik tertentu untuk dapat menyimpulkan cara pengajaran mana yang lebih efektif di antara cara-cara yang dinilai.
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara dua atau lebih program pendidikan.
Dalam kegiatan evaluasi cenderung ditempuh metode berikut:
1)      Menempatkan ’kedudukan’ setiap siswa dalam evaluasi dalam kelompoknya melalui perkembanagn norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
2)      Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program metode pengajaran yang berbeda-beda, melalui analisis secara kuantitatif.
3)      Tekhnik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk obyektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang raliabel dan valid.
4)      menempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut : penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi.
5)      Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.
6)      Tekhnik evaluasi mencakup tes dan tekhnik-tekhnik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam tujuan.
Ada beberapa ciri-ciri dari model pengukuran (measurement model) menurut  Edward L. Tohrndike dan Robert L. Ebel, sebagai berikut :
1)      Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang termasuk  dalam bidang pendidikan.
2)      Evaluasi adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku untuk melihat perbedan tingkah laku individu atau kelompok.
3)      Ruang lingkup adalah hasil belajar aspek belajar kognitif.
4)      Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk objektif.
5)      Meniru evaluasi dalam ilmu alam yang mengutamakan objektivitas. Karena itu, model ini cenderung mengembangkan alat-alat evaluasi yang baku. Pembakuan yang dilakukan dengan mencobakan kepada sanpel yang cukup besar untuk melihat validitas dan reliabilitasnya.[5]
Keunggulan Measurement Model
Keunggulan dari model ini adalah sumbangannya yang sangat berarti dalam hal penekannya terhadap pentingnya objektivitas dalam proses penilaian. Aspek objektivitas yang ditekankan oleh model ini perlu dijadikan landasan yang terus-menerus dalam rangka mengembangkan sistem penilaian pendidikan. Di samping itu evaluasi dalam model ini memungkinkan untuk melakukan analisis hasil evaluasi secara statistic.
Keterbatasan Measurement Model
Keterbatasan dari model ini terletak pada penekanannya yang berlebihan pada aspek pengukuran dalam kegiatan penilaian pendidikan. Konsekuensinya, penilaian cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari system pendidikan yang “dapat diukur” ( adalah hasil belajar yang bersifat kognitif). Yang menjadi persoalan adalah belajar yang bersifat kognitif tersebut bukan merupakan satu-satunya indikator bagi keberhasilan suatu kurikulum. Kurikulum sebagai suatu “alat” untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri siswa, tidak terbatas hanya pada potensi kognitif saja.
B.     MODEL PENYESUAIN (CONGRUENCE MODEL)

Tokoh yang mengembangkan model penyesuain (congruence model) adalah Ralph W. Thyler, John B. Carrol, dan Lee Ji Cronbach.
Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antara tujuan dengan hasil belajar, yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk menginformasikan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Objek evaluasi model kesesuaian adalah tingkah laku peserta didik yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan pada akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognitif, efektif maupun psikomotorik.
-          Penilaian aspek kognitif mencakup persoalan siswa dalam hal penguasaan materi secara teori baik yang mencakup pemahaman materi ataupun hafalan materi.
-          Aspek efektif merupakan aspek penilaian yang dapat diamati dari perubahan siswa/i dan tent nya merupakan perubahan kearah positif.  Akan tetapi karena sikap itu sendiri sulit diukur dengan nilai karena selalu berubah disetiap waktu maka yang dijadika format penilaian adalah dilihat dari analisis angket.
-          Pengukuran aspek psikomotorik adalah aspek pendidik yang berkaitan erat dengan masalah keterampilan siswa dalam berbuat.
 Untuk itu, teknik evaluasi ini yang digunakan tidak hanya tes (tulisan, lisan, dan perbuatan) tetapi juga non-tes (observasi, wawancara, skala sikap dan sebagainya). Model ini memerlukan informasi perubahan tingkah laku pada dua tahap yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran.
Evaluasi juga merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada pihak pihak diluar pendidikan. Objek evaluasi dititik beratkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah data objektif  khususnya skor hasil tes.
Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh cara-cara berikut:
1)      Merumuskan tujuan tingkah laku (objectives behaviour)
2)      Menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan di evaluasi
3)      Menggunakan prosedur pre-and post-assesment dengan menempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut :
-          penegasan tujuan
-          pengembangan alat evaluasi
-          penggunaan hasil evaluasi

Ciri-ciri evaluasi model penyesuaian (congruen model) yang dikembangkan oleh para tokoh tersebut sebelumnya adalah sebagai berikut :
1)      Pendidikan adalah proses yang memuat tiga hal yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana tujuan pendidikan yang diberikan dalam pengalaman belajar telah dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar atau untuk melihat kesesuaian antara tujuan pendidikan yang diinginkan dengan hasil belajar yang dicapai.
2)      Objek evaluasi adalah tingkah laku siswa/i dan penilaian dilakukan atas perubahan dalam tingkah laku pada akhir pendidikan. Tujuan pendidikan adalah mencerminkan perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan pada anak. Evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana perubahan itu telah terjadi dalam hasil belajar. Oleh karena itu, penilaian dilakukan atas perubahan perilaku sebelum dan sesudah kegiatan pendidikan. Maka evaluasi menilai perubahan yang dicapai kegiatan pendidikan.
3)      Perubahan perilaku hasil belajar terjadi dalam aspek kognitif, efektif dan psikomotorik. Oleh karena aspek belajar bukan hanya aspek kognitif, maka evaluasi bukan hanya berupa tes tertulis, tetapi semua kemungkinan alat evaluasi dapat digunakan sesuai dengan hakikat tujuan yang ingin dicapai.  

Kelebihan Congruence Model
1)      Menghubungkan hasil belajar dengan tujuan pendidikan sebagai kriteria perbandingan
2)      Memperkenalkan system pengolahan hasil penilaian secara bagian demi bagian, yang ternyata lebih relevan dengan kebutuhan pengembangan system.

Keterbatasan Congruence Model
Tidak menjadikan input dan proses pelaksanaan sebagai objek penilaian secara langsung. Dengan model pre dan post test informasi yang dihasilkan hanya dapat menjawab pertanyaan tentang tujuan-tujuan mana yang telah dan belum dicapai. Pertanyaan tentang mengapa tujuan-tujuan tertentu belum dapat dicapai belum dapat dijawab.
 Pendekatan ini membantu pengembang kurikulum dalam menentukan bagian-bagian mana dari sistem yang masih lemah, tetapi kurang membantu di dalam mencari jawaban tentang segi-segi apa yang masih lemah dan bagaimana kemungkinan mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut .







BAB III
PENUTUP
Tokoh dari model pengukuran (measurement model) adalah Edward L. Tohrndike dan Robert L. Ebel. Menurut model ini penilaian pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah “pengukuran” terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah.
Tokoh yang mengembangkan model penyesuain (congruence model) adalah Ralph W. Thyler, John B. Carrol, dan Lee Ji Cronbach. Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian antara tujuan dengan hasil belajar, yang telah dicapa

 Salah satu ciri-ciri evaluasi model penyesuaian (congruen model) yang dikembangkan oleh  Ralph W. Thyler, John B. Carrol, dan Lee Ji Cronbach yaitu : “Pendidikan adalah proses yang memuat tiga hal yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana tujuan pendidikan yang diberikan dalam pengalaman belajar telah dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar atau untuk melihat kesesuaian antara tujuan pendidikan yang diinginkan dengan hasil belajar yang dicapai.”












DAFTAR PUSTAKA


·         Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.
·         Ebel, R.L. dan Frisbie, D.A. Esential Of Educational Measurement. New Jerseey : Prentice-Hall. 1986.
·         Djemari Mardapi. Pengukuran, penilaian, dan Evaluasi (makalah disampaikan pada penataran hasil pembelajaran Matematika SLTP untuk guru inti Matematika di MGMP SLTP tanggal 8-23 November 1999 di PPPG Matematika Yogyakarta). 2000.


[1] R.L. Ebel dan D.A. Frisbie. Esential Of Educational Measurement. New Jerseey : Prentice-Hall. 1986.
[2] Djemari Mardapi. 2000. Pengukuran, penilaian, dan Evaluasi.
[3] Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.
[4] file:///C:/Users/user/Downloads/model-model-evaluasi-pendidikan.%201.html
[5] Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.